Pak, Tolong Jangan Benci Internet!
![]() |
SMK Kesehatan Wirahusada Medan menyambut MPLIK |
Bagai disengat kalajengking, saya kaget benar tatkala pak Kris menuding kebobrokan tersebut akibat adanya teknologi internet. "Bagaimana ini, pak? Saya ndak mungkin terus-terusan melarang anak bermain internet. Sebenarnya, mereka juga belum laik usia memberdayakan internet," sahutnya dengan suara kalem. Wah, ini ada yang salah.
Tanpa menepikan nilai luhur yang lebih dalam terpendam dari keprihatinan pak Kris, tidak perlu malu mengakui ciri khas orang kita: lekas menyalahkan. Itikad pencaharian akan solusi pun jadi nihil karena menetasnya telur benci. Boleh diperdebatkan pandangan saya ini, bahwa esensi setiap penemuan pada dasarnya demi kebaikan. Namun, sebagaimana ilustrasi 'pisau', pendayagunaannya juga dapat menyimpang.
Satu rilis artikel di laman blog Hongkiat.com dengan gamblang mengupas sisi kelam dari Internet. Pembajakan, pornografi, provokasi, penipuan, perusakan data liwat virus adalah secuil dari selaksa kasus-kasus negatif dari dunia mayantara. Ini kian mencemaskan sebab tersebarnya pengetahuan bobrok tersebut cepat sekali menular sebagaimana virus influenza. Boleh jadi banyak yang lelah dengan temuan tersebut. Termasuk pak Kris. Jadi, ini saatnya membenci internet?
Kembali ke Akar: Kebersamaan, Berbagi
Saya belum selesai mengenai artikel yang mengupas pengaruh internet di artikel milik Hongkiat. Hanya jumlah argumentasinya sedikit njomplang. Melawan sisi kelam yang disebut sebelumnya, Hongkiat cuma menyebut sebiji dampak baiknya — mengasah kreativitas. Menurutnya, internet telah menjadi lahan subur bagi benih kreativitas yang dulu hanya berseliweran di sel abu-abu jenius semisal Mark Zuckerberg.
Ada juga kisah mengharukan tatkala teknologi internet mempertemukan keluarga yang terpisah. Juga mereka yang mendapat jodoh liwat mayantara. Serta gegasnya jangkauan informasi pendidikan, ekonomi, politik atau bahkan bencana alam seperti letusan gunung Sinabung di kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Teranyar, pemerintah malah menggenjot pengetahuan mendayagunakan internet melalui Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK). Hal yang cukup membanggakan, Diskominfo Sumut memenuhi permohonan SMK Kesehatan Wirahusada Medan untuk menikmati layanan MPLIK selama 5 hari.
Hulu kerisauan pak Kris hendaknya menyorot porsi penyebaran informasi positif bagi siswa. Tanpa mengenal batasan usianya di sekolah. Menjelajahi internet — yang bagaikan hutan belantara — perlu tuntunan dari sosok yang mereka percaya. Diantaranya ialah orangtua dan guru. Bila diperagakan dan digunakan bersama bakal terbersit sebuah kebersamaan yang haru. Para siswa yang lugu tersebut akan menyukai pengetahuan yang benar membantu mereka memecahkan masalah serta memudahkan tugas mereka.
Patut juga dipertanyakan kini: Ada berapa institusi pendidikan yang giat menyuguhkan internet sehat bagi peserta didik? Bila memang berniat, kita bisa menemukan organisasi kemasyarakatan yang gemar menggelar pelatihan ataupun ceramah ringkas tentang internet sehat. Kebanyakan malah bersedia tidak mendapat honor. Tidak percaya? Coba kontak saja komunitas blogger setempat. Atau langsung saja kepada komunitas Internet Sehat di Jakarta.
Kali permasalahan berikutnya belum ada jembatan di tebing pemahaman diantara generasi guru dan murid. Jembatan tersebut hanya mensyaratkan satu hal: berani berubah/ beradaptasi. Ini sebenarnya sepele. Hanya saja, keengganan berubah/ beradaptasi lebih kerap membesar alih-alih melakukannya demi membenahi diri. Bagaimanapun, menghafal situs resmi model panas lebih lekas dihafal dibandingkan laman pusat pendidikan seperti milik Kementerian Pendidikan Nasional. Padahal, terdapat puluhan artikel, citra serta animasi menarik seputar pelajaran dari tingkat SD, SMP, bahkan SMA/ SMK.
"Menurut saya, tindak menyalahkan hanya jadi lingkaran setan saja, pak Kris. Bapak menyalahkan siswa, siswa menyalahkan sekolah, lalu muncul saling tuding antara sekolah dan orangtua. Dan merembet ke pemerintah segala," jawab saya sekenanya. "Kalau pola pikir ini diubah jadi energi positif, persoalan bapak amat mungkin terjawab sudah."
Kesejukan pun terbit di wajah pak Kris. Saya pun lega untuk melenggang pulang.
"Oh, iya. Pak Ananta, jadi situs apa yang paling banyak dibuka siswa di sekolah ini saat mobil MPLIK datang?" pak Kris bertanya. Saya cengengesan. "Anu pak. Facebook."
"Halah. Ya sudahlah, ndak apa-apa. Asal bukan situs saru."
Medan | 18 Maret 2012
Wah gurunya gaptek tuh
BalasHapushehehe.
BalasHapusiya juga. pendapat yang sahih dari kalangan pelajar. :)