Tampilkan postingan dengan label internet. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label internet. Tampilkan semua postingan
Orang yang besar melupakan 'sejarah'
Ini pengalaman 2 tahun lalu. Tepatnya Oktober 2009:
Wajah sahabat saya tampak kusut digerus lengas siang, jelaga polusi, dan
ruwet kemacetan lalu-lintas kota Medan. Namun, ia lebih gundah saat mencurah
masalahnya: "Facebook aku dihack (diretas) orang. Hilanglah sudah dollar
dari main Poker aku," ia bersungut. Usai ditelisik, ternyata ia
meninggalkan komputer di satu warung internet hanya dengan menutup (close)
aplikasi peramban atau browser.
Ini pengalaman 2 minggu lalu. Tepatnya tanggal 24 Oktober 2012:
Wajah junior saya (di kesatuan pemuda gereja) tampak pucat. Dengan berat ia
menuturkan bahwa akun Facebook kekasihnya dihack. Saya minta ia manfaatin
layanan reset password dari e-mail yang digunakan untuk daftar akun tersebut.
Ternyata, kekasihnya lupa password e-mail tersebut. Setelah akrobat utak-atik
password selama beberapa jam. Kami menyerah. Usai ditelisik, ternyata sang
kekasih pernah meminjamkan laptop pada temannya.
Kemiripan dalam dua kisah di atas, juga mewakili kisah-kisah lain para
penjelajah mayantara. Orang-orang yang tidak besar. Ini bukan candaan. Di dunia
mayantara, tata kramanya kadang berkebalikan dengan dunia nyata.

Habis Gelap, Terbitlah 'Sinar Timur' (1)
Tatkala
Ray Tomlinson ‘bermain-main’ dengan program komputer yang dikembangkannya. Dia
tidak menyangka bila pesan “QWERTYUIOP” yang dikirim antara dua komputer, di
kemudian hari turut mengubah tatanan berkomunikasi umat manusia. Sebuah
terobosan yang kini jamak kita sebut e-mail atawa electronic mail.
Setidaknya
gambaran tersebut menyerupai semangat digelarnya pelatihan pengenalan dan
pemberdayaan Internet bagi umat gereja Paroki Santa Maria, yang terletak di Jl. Flamboyan Raya No. 139 - Kel. Tanjung Selamat - Kec.
Medan Tuntungan. Gagasan tersebut muncul usai
beberapa kali obrolan ringan dengan para pengurus organisasi kemasyarakatan
bernama Sinar Timur. Organisasi ini – berada di bawah naungan Gereja Santa
Maria – memusatkan perhatian pada penyediaan bahan pustaka bacaan bagi umat
setempat dengan membangun sebuah perpustakaan.
Harapan
para pengurus, pelatihan ini memberi motivasi para umat untuk menggali
pengetahuan dengan bekal pustaka dan teknologi. Saya sendiri baru saja
mengikuti pelatihan ToT (Training of Trainers) – bertema “Fasilitasi dan
Komunikasi” yang diselenggarakan Djalaluddin Pane Foundation (DPF) dan Dazya
Ina Mandiri (DIM) – tengah mencari ‘panggung’ untuk mengasah kompetensi sebagai
fasilitator. Gayung bersambut, pelatihan ini pun dirancang dalam tiga tahapan
kompetensi, yakni: pengenalan e-mail, pengenalan blog dan kiat menulis blog.
Turut didukung Mobil Penyedia Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) dari Dinas Komunikasi dan Informasi provinsi Sumatera Utara [dengan operator Yunus Ziliwu], kami memulai pelatihan pada tanggal 11 Agustus 2012. Panitia yang dipandu Ketua Sinar Timur, ibu Pujiastuti Purba, mengarahkan tempat pelatihan di Sekretariat yang juga cikal ruang Perpustakaan Sinar Timur. Ruang ini sendiri berdampingan dengan gedung gereja Paroki Santa Maria.
![]() |
Operator, bang Yunus Ziliwu sedang menata pointing untuk koneksi ke Satelit Palapa |
Hari pertama: Mengenal dan mendaftar akun di
Gmail
Diawali
doa oleh bapak J. Nainggolan, salah satu peserta pelatihan, acara diresmikan
oleh Pastor Paroki Santa Maria, Romo Adhi Prakoso, OSC. Beliau mendukung penuh
kegiatan tersebut dengan landasan semangat untuk menambah pengetahuan untuk
menunjang kegiatan sehari-hari. “Hanya saja, jangan sampai mamak-mamak di sini jadi lupa masak karena asyik main Internet.
Demikian juga, bapak-bapak jangan
lupa keluarga dan pekerjaan karena Internet,” canda sang pastor.
![]() |
Pastor Adi Prakoso memberi kata sambutan |
Sebagaimana
sesi pelatihan lainnya, rasa canggung mengawali perkenalan dengan para peserta.
Situasi ini saya siasati dengan menerapkan teknik ice-breaking. Saya menantang para peserta untuk bermain tebak gerak
dan swara “Gajah & Tikus”. Terima kasih pada relawan Armada Trainer –
Teknologi Informasi dan Komunikasi (AT-TIK), mas Irhas Pulus yang telah
memperkenalkan teknik ice-breaking ini.
J
Usai
peluh dan tawa cerah tersirat di wajah peserta, para panitia kemudian memandu
ke sesi meta plan. Tetapi, kertas
karton yang umum dipakai, kali ini diganti dengan kertas HVS kuning. Pada
umumnya, pengharapan para peserta bermuara pada satu kalimat: “Saya ingin mahir
memberdayakan Internet untuk membantu dalam kerja sehari-hari.” Keseluruhan
kertas meta plan itu pun ditempel pada satu papan pengumuman
yang mudah dibaca kembali oleh para peserta.
![]() |
Kertas metaplan yang mencantum pengharapan para peserta dalam pelatihan ini |
Habis Gelap, Terbitlah 'Sinar Timur' (1)

Pak, Tolong Jangan Benci Internet!
![]() |
SMK Kesehatan Wirahusada Medan menyambut MPLIK |
Bagai disengat kalajengking, saya kaget benar tatkala pak Kris menuding kebobrokan tersebut akibat adanya teknologi internet. "Bagaimana ini, pak? Saya ndak mungkin terus-terusan melarang anak bermain internet. Sebenarnya, mereka juga belum laik usia memberdayakan internet," sahutnya dengan suara kalem. Wah, ini ada yang salah.
Tanpa menepikan nilai luhur yang lebih dalam terpendam dari keprihatinan pak Kris, tidak perlu malu mengakui ciri khas orang kita: lekas menyalahkan. Itikad pencaharian akan solusi pun jadi nihil karena menetasnya telur benci. Boleh diperdebatkan pandangan saya ini, bahwa esensi setiap penemuan pada dasarnya demi kebaikan. Namun, sebagaimana ilustrasi 'pisau', pendayagunaannya juga dapat menyimpang.
Satu rilis artikel di laman blog Hongkiat.com dengan gamblang mengupas sisi kelam dari Internet. Pembajakan, pornografi, provokasi, penipuan, perusakan data liwat virus adalah secuil dari selaksa kasus-kasus negatif dari dunia mayantara. Ini kian mencemaskan sebab tersebarnya pengetahuan bobrok tersebut cepat sekali menular sebagaimana virus influenza. Boleh jadi banyak yang lelah dengan temuan tersebut. Termasuk pak Kris. Jadi, ini saatnya membenci internet?
Kembali ke Akar: Kebersamaan, Berbagi
Saya belum selesai mengenai artikel yang mengupas pengaruh internet di artikel milik Hongkiat. Hanya jumlah argumentasinya sedikit njomplang. Melawan sisi kelam yang disebut sebelumnya, Hongkiat cuma menyebut sebiji dampak baiknya — mengasah kreativitas. Menurutnya, internet telah menjadi lahan subur bagi benih kreativitas yang dulu hanya berseliweran di sel abu-abu jenius semisal Mark Zuckerberg.
Ada juga kisah mengharukan tatkala teknologi internet mempertemukan keluarga yang terpisah. Juga mereka yang mendapat jodoh liwat mayantara. Serta gegasnya jangkauan informasi pendidikan, ekonomi, politik atau bahkan bencana alam seperti letusan gunung Sinabung di kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Teranyar, pemerintah malah menggenjot pengetahuan mendayagunakan internet melalui Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK). Hal yang cukup membanggakan, Diskominfo Sumut memenuhi permohonan SMK Kesehatan Wirahusada Medan untuk menikmati layanan MPLIK selama 5 hari.
Hulu kerisauan pak Kris hendaknya menyorot porsi penyebaran informasi positif bagi siswa. Tanpa mengenal batasan usianya di sekolah. Menjelajahi internet — yang bagaikan hutan belantara — perlu tuntunan dari sosok yang mereka percaya. Diantaranya ialah orangtua dan guru. Bila diperagakan dan digunakan bersama bakal terbersit sebuah kebersamaan yang haru. Para siswa yang lugu tersebut akan menyukai pengetahuan yang benar membantu mereka memecahkan masalah serta memudahkan tugas mereka.
Patut juga dipertanyakan kini: Ada berapa institusi pendidikan yang giat menyuguhkan internet sehat bagi peserta didik? Bila memang berniat, kita bisa menemukan organisasi kemasyarakatan yang gemar menggelar pelatihan ataupun ceramah ringkas tentang internet sehat. Kebanyakan malah bersedia tidak mendapat honor. Tidak percaya? Coba kontak saja komunitas blogger setempat. Atau langsung saja kepada komunitas Internet Sehat di Jakarta.
Kali permasalahan berikutnya belum ada jembatan di tebing pemahaman diantara generasi guru dan murid. Jembatan tersebut hanya mensyaratkan satu hal: berani berubah/ beradaptasi. Ini sebenarnya sepele. Hanya saja, keengganan berubah/ beradaptasi lebih kerap membesar alih-alih melakukannya demi membenahi diri. Bagaimanapun, menghafal situs resmi model panas lebih lekas dihafal dibandingkan laman pusat pendidikan seperti milik Kementerian Pendidikan Nasional. Padahal, terdapat puluhan artikel, citra serta animasi menarik seputar pelajaran dari tingkat SD, SMP, bahkan SMA/ SMK.
"Menurut saya, tindak menyalahkan hanya jadi lingkaran setan saja, pak Kris. Bapak menyalahkan siswa, siswa menyalahkan sekolah, lalu muncul saling tuding antara sekolah dan orangtua. Dan merembet ke pemerintah segala," jawab saya sekenanya. "Kalau pola pikir ini diubah jadi energi positif, persoalan bapak amat mungkin terjawab sudah."
Kesejukan pun terbit di wajah pak Kris. Saya pun lega untuk melenggang pulang.
"Oh, iya. Pak Ananta, jadi situs apa yang paling banyak dibuka siswa di sekolah ini saat mobil MPLIK datang?" pak Kris bertanya. Saya cengengesan. "Anu pak. Facebook."
"Halah. Ya sudahlah, ndak apa-apa. Asal bukan situs saru."
Medan | 18 Maret 2012
Pak, Tolong Jangan Benci Internet!
Langganan:
Postingan (Atom)