Tentang Mulut
![]() |
| AnantaBangun.net |
Bermula dari sebuah hikayat. Diantara
masyarakat di kota X, turut menetap seorang gadis cantik. Kesempurnaan rupa
tubuhnya terkikis satu kekurangan. Ia tidak memiliki mulut, karenanya ia sangat
pendiam. Pun demikian, banyak penduduk mengagumi si gadis. Keadaan berubah
tatkala pemerintah menangkap dan mencebloskan si gadis ke dalam penjara.
Sang pemerintah berdalih: si gadis sangat
pendiam. Sikap tersebut di luar batas kewajaran, tegas seorang pegawai negara.
Selepasnya dari "Hotel Prodeo", sang tokoh utama mengalami perubahan
mencolok. Ia (akhirnya) memiliki mulut. Dan tentunya bisa berswara mengucapkan
lafal-lafal selama ini diwakili isyarat tangan saja.
Perubahan tersebut membuatnya amat senang.
Tak lelahnya ia bercengkerama, berdebat (bahkan) berteriak mengumandangkan
vokal. Sikapnya menjadi di luar batas, hingga pihak keamanan kembali mencebloskannya
ke penjara.
Anekdot tersebut dirangkum dari drama karya
Putu Wijaya berjudul "Mulut". Secara simbolis, drama tersebut
menggambarkan kondisi bertolak belakang antara Orde Baru dengan Masa Reformasi.
Rezim di bawah mantan Presiden Soeharto teramat keras menekan penentangnya.
Sikap otoriter ini kuat sebab ditopang kekuatan militer.
Kebablasan dalam kebebasan lalu berlangsung
saat beralih ke Masa Reformasi. Para kaum pendiam berlomba adu suara. Baik dari
sisi jumlah pendukung dan tingginya volume. Hanya, volume suara tidak sama
besar dengan bukti upaya. Keadaan yang membuat miris.
Jika ditilik benar, hikmah drama tersebut menggarisbawahi pentingnya menakar porsi. Jadi, tidak hanya diet makanan, takaran ucapan dan fikiran memiliki alokasi wadahnya masing-masing. Fikiran tidak baik dibiarkan diam sebab sifatnya yang fleksibel menerawang waktu, kejadian dan harapan. Demikian juga halnya dalam menggunakan mulut untuk menyampaikan fikiran.
Tuntutan duniawi tak usai ataupun menguap dengan diam. Memecahkannya dengan ucapan nan berlebihan, di kemudian hari, malah menjadi bumerang balik. Permasalahan hidup hanya bisa dipecahkan dengan perbuatan. Aksi. Jika mengambil langkah sebaliknya? Kita hanya kembali 'dipenjarakan' kesia-siaan. Atau seperti telah tersebut di awal alinea 5 di atas, yakni 'Kebablasan dalam Kebebasan."
* Tulisan ini diadaptasi dari artikel Ramadhan Batubara, jurnalis Harian Sumut Pos. Berjudul "mulut."

0 komentar:
Posting Komentar