Perkenalkan, Kartini 2.0
![]() |
(dari kiri): ibu Juliawati, ibu Marsiti dan saya |
Mereka adalah Kartini
2.0. Tidak hanya teknologi, manusia juga berkembang di arus zaman digital ini.
Mengesampingkan fisik dan busana, mereka adalah srikandi baru yang mengutamakan
tumbuhnya pemahaman dan kemampuan di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK). Agar bersanding dengan amanah yang mereka tempuh hingga puluhan tahun:
sebagai guru.
Saya mengenal mereka
dalam program pelatihan bertajuk Teacher Competency Development Program (TCDP)
yang didukung penuh oleh sebuah organisasi nirlaba, Djalaluddin Pane Foundation
(DPF) [http://djalaluddinpane.org].
Pelatihan ini diadakan di Pondok Pesantren Modern Ar-Rasyid, di Torgamba,
Labuhan Batu Selatan. Sebuah kabupaten yang dalam lingkup provinsi Sumatera
Utara.
Usai pelatihan, dalam
hati, saya membuat ikrar sendiri. Mencantum nama ibu Siti Marsiti dan Juliawati
dalam tulisan saya. Bila boleh, hendak saya cuatkan dalam wadah yang lebih luas
selain blog pribadi ini. Saya temukan jawabnya setelah melirik tautan lomba
blog Fastron Blogging Challenge, di akun Twitter milik sahabat saya, Nicholas
Sihotang [http://nichpakaich.net].
Lalu, mengapa kedua
srikandi penebar ilmu pengetahuan di bumi Labuhan Batu Selatan ini, saya sebut
Kartini 2.0 . Berikut rajut aksara ini mengalir.
Dimulai dari nol
Nol memiliki makna
ganda. Memulai atau tiadanya pengharapan. Rentet tindakan lah yang melanjut
satu dari dua skenario tersebut. Ibu Marsiti (seorang guru di MTs Al Hidayah
Teluk Panji), dan ibu Juliawati (guru di Yayasan Pendidikan Budaya) memilih
menghidupkan harapan mereka. Dengan menghimpit perasaan minder karena mulai
belajar pengusaan aplikasi Microsoft Power Point dan layanan Internet.
Benar-benar memulai dari awal sekali.
Ibu Marsiti bahkan ingin
gegas menguasai pemberdayaan TIK untuk menunjang proses pelajaran yang
diampunya. Hingga, diam-diam, ia mengirim surat elektronik ke e-mail saya. Saya
beri beliau jawaban ringkasnya. :)
![]() |
menjawab e-mail bu Marsiti. |
Ternyata, pelatihan
tersebut merupakan kali pertama baginya menggali pengetahuan TIK. Dan ini
merupakan pemacu semangatnya untuk gigih mengikuti seluruh sesi pelatihan
selama tiga hari. "Tempat tinggal saya, di Teluk Panji, ada sekitar 40
kilometer dari lokasi pelatihan ini. Karena terbatasnya sarana transportasi,
saya harus berangkat sejak pukul 6 pagi," tutur guru Seni dan Budaya
tersebut. Itu berarti ia harus merampungkan perannya sebagai ibu rumah tangga
terlebih dahulu. Menyiapkan sarapan keluarga dan ragam kegiatan yang rutin
dibutuhkan suami dan anak-anaknya.
Di sisi lain, ibu
Juliawati juga menghadapi tantangan yang tidak kalah seru. Walau kurang mendapat
restu dari sekolahnya, ia bergeming demi memperoleh pengetahuan TIK bersama 14
guru-guru lain yang berasal dari beragam sekolah. "Agar fokus dalam
pelatihan ini, saya relakan honor harian diberi pada guru pengganti jam
pelajaran saya," akunya. Guru agama ini tidak minder memohon pengulangan,
walau sebagian besar peserta telah menguasai satu materi.
Di akhir pelatihan,
kedua ibu guru ini mampu membuat slide presentasi pelajaran yang tidak kalah
menarik dengan peserta lainnya. Mengirimkannya kepada panitia liwat e-mail.
Serta mengumandangkan yel-yel " Guru Labusel cerdas, inspiratif!" di
Fan Page Facebook-nya DPF. Pengalaman pertama nan luar biasa bagi kedua ibu
ini. Menggali keahlian tersebut dengan sungguh-sungguh dalam hitungan hari.
Tekad dan motivasi
tinggi tersebut menjadikan kedua ibu guru ini sebagai kandidat "Peserta
Tergigih" (akhirnya, dimenangkan ibu Juliawati) oleh panitia pelatihan
yang dilaksanakan oleh Armada Trainer - Teknologi Informasi dan Komunikasi
(AT-TIK). Saya sendiri, merasa terhormat dan bangga diberi perkenan untuk
menyerahkan hadiah pada para Kartini 2.0 ini. Semburat bangga yang mengawani
fikir saya sampai tulisan ini mengurai.
Kami titip pengetahuan
tersebut untuk melahirkan generasi bangsa hasil didikan mereka sendiri. Dalam
10 atau 15 tahun lagi, amat mungkin lahir pemimpin bangsa dari Labuhan Batu
Selatan. Dan, haikul yakin api semangat belajar tersebut tak padam dalam
hitungan hari. Bulan. Atau tahun. Sebagaimana Kartini mengabadikan dalam
petuahnya: Habis Gelap, Terbitlah Terang.
Sekarang, saya perkenalkan pada Indonesia, sosok Kartini 2.0 tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar