Tampilkan postingan dengan label pmr. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pmr. Tampilkan semua postingan
Tatkala Menulis
Tatkala menulis seisi dunia merasuk hayat. Selaksa pemaknaan tersebut
dipilah hingga mengalir di nadi karya. Tenang kugores tiap aksaranya. Aku tahu agar tidak menahu sekitarku.
Kesadaranku bersandar di pilar kepercayaan diri. Kuacuhkan saja hasil akhirnya.
Yang terpenting aku berbuat. Kegagalan bisa saja tersampir di pundak. Tapi aku
memang ingin jatuh dan gagal. Namun, gagal untuk yang lebih baik lagi.
[foto - Siti Hajar menulis saat Kaderisasi PMR - SMK Kesehatan Wirahusada
Medan]
Saat menapak di tangga perjuangan. Kutemukan aral tak jua henti menghadang.
Aku mengerti. Keberadaannya kan mendewasakan aku. Selalu kunoktahkan setiap
keberhasilan pada orangtua yang mengasihiku. Serta gurat kegagalan di lontar
daun perjalanan. Ayah, Ibu, ada anakmu disini dengan doa bertalu-talu dalam
sanubari. Sesekali menuliskan doa bagimu agar Yang Maha Kuasa melinangkan
berkat rizki atas tiap peluh juangmu.
[foto - Ayu Andira Kembaren menulis saat Kaderisasi PMR - SMK Kesehatan
Wirahusada Medan]
Kadang, kusungging senyum atas hari berlalu tanpa ayah, ibu dan saudaraku
nun jauh di sana. Tak jarang juga aku mengusap isak tanpa mereka. Kuungkapkan
saja semua bunga perasaan tersebut di lembar kertas. Napaktilas yang kulalui.
Sebenarnya, aku tak sendiri. Hanya kerap aku yang menyendiri dalam laut
fikirku. Menyelami ceritera tulisanku sesungguhnya.
[foto - Samriani Siregar menulis saat Kaderisasi PMR - SMK Kesehatan
Wirahusada Medan]
Aku bisa juga kesal. Terhadap dunia, sejarah, atau lika-liku pengatur waktu
tak menentu. Polah-polah yang membuat jengkel. Ah, ada cercah religi yang
membuatku sumringah. Juga kasih keluarga menjadikan ihwal buruk menjadi indah.
Aku hanya perlu menata sudut pandangku. Segala peristiwa atas diriku ternyata
mengandung makna.
[foto Tirfana Sari menulis saat Kaderisasi PMR - SMK Kesehatan Wirahusada
Medan]
Hari telah lengas kini. Kuteduhkan sejenak hayatku bertudungkan alam.
Kehangatan hari meneladani cinta pagi. Selarik puisi tercipta di relung hatiku.
Sembari menanti senja, kutuliskan saja ia. Kualiri nada jujur, seadanya. Tak
kuhiraukan puitis tidaknya tata aksara.
[foto Nadia Ulfa menulis saat Kaderisasi PMR - SMK Kesehatan Wirahusada
Medan]
Lembayung menghampiri. Kemuning ia berselimut kapas awan nan lemah.
Lamat-lamat kumimpikan sejenak sahabat terdekatku, ibu. Aku tak meragu lagi.
Memang ialah penyejuk hati. Karnanya aku mampu berkarya. Ini aku gores selarik
puisi ibu.
[foto Dewi Wulan Sari menulis saat Kaderisasi PMR - SMK Kesehatan
Wirahusada Medan]
Maafkan aku, sahabat. Bulir-bulir huruf ini rumit tuk kurajut menjadi
sepenggal kalimat. Apakah engkau gundah? Lihatlah aku mendendang tawa. Bahagia.
Kesedihan ada juga di lubuk hati. Tetapi, tak kubiarkan ia leluasa menghimpit
anugerah-Nya. Sebab tiap hal memiliki kesusahannya sendiri. Benarkah?
[foto Mesriani menulis saat Kaderisasi PMR - SMK Kesehatan Wirahusada
Medan]
Dan memang kita ditakdirkan bersama dalam jejak hidup ini. Meski, kita
menuliskan perasaan kita terpisah masing-masing. Telah kita tetapkan hati
menautkan asa hingga menjulang ke titik tertinggi angkasa. Menetapkan impian.
Berbuat. Memperjuangkannya dengan sahabat, orangtua, guru dan Tuhan Yang Maha
Esa yang telah mempertemukan kita. Semoga hingga akhir hidup ini.
[foto Santi Siregar, Fransisca dan Dewi Prawati menulis saat Kaderisasi PMR
- SMK Kesehatan Wirahusada Medan]
Teruntuk
Siti Hajar, Ayu Andira Kembaren, Samriani Siregar, Tirfana Sari, Nadia Ulfa,
Dewi Wulan Sari, Mesriani, Santi Siregar, Fransisca dan Dewi Prawati. Kalian
adalah anak-anak yang luar biasa. :)
Palang Merah Remaja itu ..?
Dewi -- siswa-- menjahit badge PMR |
Selarik kalimat sederhana dari kak Hendra, mengawali acara tersebut: "Sebelum Menolong Orang Lain, Tolong Diri Anda Lebih Dahulu." Penjabaran lisan pun menyusul. "Agak mustahil kita bisa menolong orang lain dalam kasus kecelakaan atau bencana, jika memperhatikan diri sendiri masih nihil," ujarnya. Maka, sesi pertama pun dicekoki dengan sesi perkenalan, sesi motivasi, dan manajemen konflik berlangsung dalam kurun 7 jam. Salut saya kepada kakak pembimbing dari PMI dan juga para siswa. Orang biasa mungkin telah terkuras stamina dan emosi.
PMR sendiri bisa dikatakan sebuah penempahan mental berorganisasi a la kekeluargaan. Hal yang amat jarang ditemui belakangan ini. Bila ada, visi yang disepakati sesama anggota berusia muda seperti mereka tak ubahnya air di daun talas. Terombang-ambing oleh pemangku kepentingan di atasnya. Itu jika sang penasihatnya benar memikirkan pembangunan kemampuan serta kapasitas anak didik ini. Bersyukur saya telah berada dengan sosok dan di tempat yang memenuhi kelaikan tersebut.
Dari sejumlah pelatihan yang dipandu kak Hendra dan kak Erwin, satu yang mencolok perhatian ialah menjahit sendiri tiga badge PMR di baju seragam sekolah. Tantangannya, mereka harus mampu menjahitnya dengan panjang benang yang telah ditentukan si pembimbing. Belum cukup? Para 'penjahit' musti beraksi dengan penerangan sebatang lilin saja. Di bawah pendar-pendar lilin, tidak hanya mental bersaing sehat, namun nilai persahabatan juga turut diuji. Bila satu orang mendapati lilinnya padam atau habis, sahabat sejati akan terlihat dalam ujian ini. Patut saya syukuri juga terdapat beberapa siswa yang memiliki inisiatif sendiri melakukan hal tersebut. Sebuah cercah, meski yang aktif mengikuti masih 10 siswa saja.
kak Hendra membimbing kaderisasi SMK Kesehatan Wirahusada Medan |
menulis kesan tentang kaderisasi PMR |
phobar -- photo bersama |
bersama kak Hendra dan kak Erwin dari PMI cabang kota Medan |
Konflik disulut, konflik dipadamkan
Tadi saya sempat bahas soal manajemen konflik. Intinya ialah kiat dan kebijakan dalam menghadapi konflik yang amat mungkin terjadi dalam hidup organisasi PMR. Dihadapi bukan berarti menjadi momok yang menakutkan. Sebaliknya, ibarat api dapat diberdayakan dengan benar. Saya petik ilham dari kak Hendra: konflik disulut, konflik dipadamkan.
Seolah menelanjangi semua kekesalan yang terdapat dalam jalinan pertemanan 10 siswa yang dikader tersebut. Tumpah ruah. Dalam lembar kertas, mereka tulis rasa sakit hati, ketersinggungan, kebahagiaan, dan lainnya. Air mata dan isak tangis pun menyusul. Sebagai pengamat, tidak terhindari juga, air mata saya meleleh di pelupuk ketika mereka saling menguatkan. Dalam pelukan.
Sebenarnya, masih banyak yang harus dipaparkan dalam tulisan blog ini. Tentang teknik penyelematan yang dipelajari namun tidak boleh dipraktikkan dalam kecelakaan yang sebenarnya. Tentang pemimpin mereka yang 'nyeleneh'. Tentang PMI 118 yang diteladani dari 911-nya Amerika Serikat. Putih dan hitamnya. Tetapi, tidak laik tulis ataupun tak mengait dengan tema tulisan ini. Segala hikmah yang kami peroleh dalam kegiatan dua hari ini mengharu-biru bersama ilmu yang demikian berharganya. Lamat-lamat konsentrasi pun redup. Esok harinya, saya —beserta Kepala Sekolah— mempersiapkan diri guna memenuhi undangan dari anggota DPR Komisi IX guna membahas RUU Keperawatan.
Palang Merah Remaja itu ..?
Langganan:
Komentar (Atom)