Tampilkan postingan dengan label sinar timur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sinar timur. Tampilkan semua postingan

Bincang "unschooling" dengan Pak Berton Turnip
![]() |
Berton Turnip (kiri) dan Sri Pujiastuti Purba (Ketua Sinar Timur) |
Di sela-sela kritik terhadap Kurikulum 2013, saya
menemukan ada juga bentuk perlawanan lain terhadap kebijakan pendidikan dari
pemerintah. Mitra bincang saya, bapak Berton Turnip,
ialah seorang Training Specialist di lembaga Wycliffe Global Alliance. Tidak tanggung-tanggung, ketiga anak beliau
mendapat didikan tanpa mengenyam bangku sekolah. Metode pendidikan yang ia
gunakan disebut
"unschooling". Saya pun tertarik untuk larut dalam perbincangan
berikut ini:
1. Istilah "unschooling" terdengar baru
bagi saya. Bagaimana perbedaan konsepnya
dengan metode pendidikan "Schooling", pak?
“Schooling” merupakan metode pembelajaran yang
efektif untuk mengajar sebanyak mungkin peserta didik untuk mendapatkan
pengetahuan dan ketrampilan yang sama, yang seragam. Ini sangat cocok dengan era pertanian atau
perindustrian yang lebih awal, di mana standarisasi merupakan hal yang
menguntungkan.
Penyeragaman memudahkan pertukaran komponen-komponen mesin industri. Ini merupakan keuntungan di era “mass production” atau yang sering disebut era “ban berjalan”, di mana komponen-komponen diusahakan dibuat seragam. Tetapi kita hidup di era industri maju dan di era informasi sekarang ini, di mana rancangan produk bisa berubah dengan cepat, di mana mesin-mesin diubah dengan cepat untuk mendapatkan efiensi yang lebih besar, di mana informasi mengalir dengan cepat.
Di era yang juga disebut sebagai “creative era”, penyeragaman menjadi penghambat. “Schooling” menjadi penghambat. “Schooling” yang secara inheren memang menyeragamkan, menjadikan anak tidak kreatif. Karena itu diperlukan konsep baru yang saya beri nama “Unschooling”.
Penyeragaman memudahkan pertukaran komponen-komponen mesin industri. Ini merupakan keuntungan di era “mass production” atau yang sering disebut era “ban berjalan”, di mana komponen-komponen diusahakan dibuat seragam. Tetapi kita hidup di era industri maju dan di era informasi sekarang ini, di mana rancangan produk bisa berubah dengan cepat, di mana mesin-mesin diubah dengan cepat untuk mendapatkan efiensi yang lebih besar, di mana informasi mengalir dengan cepat.
Di era yang juga disebut sebagai “creative era”, penyeragaman menjadi penghambat. “Schooling” menjadi penghambat. “Schooling” yang secara inheren memang menyeragamkan, menjadikan anak tidak kreatif. Karena itu diperlukan konsep baru yang saya beri nama “Unschooling”.

Habis Gelap, Terbitlah 'Sinar Timur' (2)
Saya dibuat kalut dalam sesi terakhir Pelatihan Pemberdayaan Internet bagi ummat Paroki Santa Maria Ratu Rosari. Pasalnya, sesi sebelumnya secara keseluruhan bersifat menapak langkah-langkah saja. Yakni, langkah-langkah mendaftar Gmail dan Blogspot. Sesuai dengan musyawarah dengan panitia pelatihan dari Sinar Timur, kami menyepakati untuk membuat sesi kiat menulis blog yang mudah dan menyenangkan. Inilah akar perasaan kalut tersebut.
Para peserta, umumnya, baru mengenal Internet dan pengalaman menulisnya lebih pada tuntutan rutinitas sehari-hari. Sehingga diperlukan pendekatan unik guna memancing minat mereka pada satu kutukan hidup [menurut blogger nasional Priyadi] yakni menulis blog atau jamak disebut ngeblog.
Saya memilih membuat pendekatan dialog yang menggelayut di benak pemula ngeblog sebagai kerangka presentasi untuk sesi terakhir ini. Berikut paparannya:
Tanya (T) : Blog?
Jawab (J) : Blog ialah kegiatan menulis dengan hasil berupa artikel. Utamanya, artikel berisi teks. Namun, akan lebih ajeg bila didukung gambar, animasi dan video.
Menulis di blog kerap dilakukan dengan mengetiknya di papan tuts keyboard komputer.
Ciri khas blog dibandingkan dengan website ialah sifatnya yang mirip catatan harian versi digital. Namun, terdapat juga blog menyerupai website berita. Ini biasanya ditangani oleh lebih dari satu orang blogger (=istilah untuk penulis di blog).
T: Penasaran punya blog, (tapi) tak suka menulis
J: Menjadi pemilik blog erat kaitannya dengan menulis. Apakah harus selalu dijejali teks? Tidak. Beberapa blog terkenal dengan sajian fotografi ataupun video saja. Tetapi, baik foto dan video tersebut tetap saja dibalut sejumput teks sebagai info penerang.
Coba dibedakan 'tidak suka menulis' dengan 'gugup untuk mulai menulis.' Sejatinya, kita selalu menulis: mengirim SMS, mencatat nama teman, mengerjakan soal/ ujian, ataupun mengirim surat. Bila tidak suka menulis, artinya sama sekali tidak melakukan tindakan-tindakan di atas.
Habis Gelap, Terbitlah 'Sinar Timur' (2)

Habis Gelap, Terbitlah 'Sinar Timur' (1)
Tatkala
Ray Tomlinson ‘bermain-main’ dengan program komputer yang dikembangkannya. Dia
tidak menyangka bila pesan “QWERTYUIOP” yang dikirim antara dua komputer, di
kemudian hari turut mengubah tatanan berkomunikasi umat manusia. Sebuah
terobosan yang kini jamak kita sebut e-mail atawa electronic mail.
Setidaknya
gambaran tersebut menyerupai semangat digelarnya pelatihan pengenalan dan
pemberdayaan Internet bagi umat gereja Paroki Santa Maria, yang terletak di Jl. Flamboyan Raya No. 139 - Kel. Tanjung Selamat - Kec.
Medan Tuntungan. Gagasan tersebut muncul usai
beberapa kali obrolan ringan dengan para pengurus organisasi kemasyarakatan
bernama Sinar Timur. Organisasi ini – berada di bawah naungan Gereja Santa
Maria – memusatkan perhatian pada penyediaan bahan pustaka bacaan bagi umat
setempat dengan membangun sebuah perpustakaan.
Harapan
para pengurus, pelatihan ini memberi motivasi para umat untuk menggali
pengetahuan dengan bekal pustaka dan teknologi. Saya sendiri baru saja
mengikuti pelatihan ToT (Training of Trainers) – bertema “Fasilitasi dan
Komunikasi” yang diselenggarakan Djalaluddin Pane Foundation (DPF) dan Dazya
Ina Mandiri (DIM) – tengah mencari ‘panggung’ untuk mengasah kompetensi sebagai
fasilitator. Gayung bersambut, pelatihan ini pun dirancang dalam tiga tahapan
kompetensi, yakni: pengenalan e-mail, pengenalan blog dan kiat menulis blog.
Turut didukung Mobil Penyedia Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) dari Dinas Komunikasi dan Informasi provinsi Sumatera Utara [dengan operator Yunus Ziliwu], kami memulai pelatihan pada tanggal 11 Agustus 2012. Panitia yang dipandu Ketua Sinar Timur, ibu Pujiastuti Purba, mengarahkan tempat pelatihan di Sekretariat yang juga cikal ruang Perpustakaan Sinar Timur. Ruang ini sendiri berdampingan dengan gedung gereja Paroki Santa Maria.
![]() |
Operator, bang Yunus Ziliwu sedang menata pointing untuk koneksi ke Satelit Palapa |
Hari pertama: Mengenal dan mendaftar akun di
Gmail
Diawali
doa oleh bapak J. Nainggolan, salah satu peserta pelatihan, acara diresmikan
oleh Pastor Paroki Santa Maria, Romo Adhi Prakoso, OSC. Beliau mendukung penuh
kegiatan tersebut dengan landasan semangat untuk menambah pengetahuan untuk
menunjang kegiatan sehari-hari. “Hanya saja, jangan sampai mamak-mamak di sini jadi lupa masak karena asyik main Internet.
Demikian juga, bapak-bapak jangan
lupa keluarga dan pekerjaan karena Internet,” canda sang pastor.
![]() |
Pastor Adi Prakoso memberi kata sambutan |
Sebagaimana
sesi pelatihan lainnya, rasa canggung mengawali perkenalan dengan para peserta.
Situasi ini saya siasati dengan menerapkan teknik ice-breaking. Saya menantang para peserta untuk bermain tebak gerak
dan swara “Gajah & Tikus”. Terima kasih pada relawan Armada Trainer –
Teknologi Informasi dan Komunikasi (AT-TIK), mas Irhas Pulus yang telah
memperkenalkan teknik ice-breaking ini.
J
Usai
peluh dan tawa cerah tersirat di wajah peserta, para panitia kemudian memandu
ke sesi meta plan. Tetapi, kertas
karton yang umum dipakai, kali ini diganti dengan kertas HVS kuning. Pada
umumnya, pengharapan para peserta bermuara pada satu kalimat: “Saya ingin mahir
memberdayakan Internet untuk membantu dalam kerja sehari-hari.” Keseluruhan
kertas meta plan itu pun ditempel pada satu papan pengumuman
yang mudah dibaca kembali oleh para peserta.
![]() |
Kertas metaplan yang mencantum pengharapan para peserta dalam pelatihan ini |
Habis Gelap, Terbitlah 'Sinar Timur' (1)
Langganan:
Postingan (Atom)