Tampilkan postingan dengan label labuhanbatu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label labuhanbatu. Tampilkan semua postingan
Menyaput Silam Menyongsong Esok di Labat, Labusel
Menitikkan air mata. Entah kali keberapa, saya dapat menyesap keharuan dalam napaktilas hidup. Saya biasa tergugah syahdu tatkala melayat, menjenguk karib ataupun kisah-kisah senada dari karya sastra. Kali ini, di luar ihwal tersebut, saya menitikkan air mata dalam keturut-sertaan sebagai relawan Trainer untuk pelatihan Internet dan Microsoft Powerpoint. Yang digelar serentak di Labuhanbatu Selatan dan Labuhanbatu.
Bukan pasir menghampar di pelataran Pondok Pesantren Modern Ar-Rasyid (Labusel) dan SMK Swasta Siti Banun (Labat), tempat pelatihan digelar. Bukan juga sambal pedas yang mendesak keluar air dari kantung mata saya. Namun, gegap semangat para guru yang menjadi peserta pelatihan bertemakan "Pemanfaatan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) dalam Pendidikan". Mereka larut seutuhnya dalam tindak berbagi pengetahuan, lerai tawa usai permainan nan menggelitik, ataupun tertegun dengan kesimpulan satu presentasi saya menantang mereka untuk keluar dari tempurung masa silam.
Tantangan tersebut mudah saja saya ilustrasikan dari peribahasa moyang kita: Bagaikan katak dalam tempurung. Mengisahkan katak terperangkap sunyi tanpa cahya. Tiada suara selain suaranya sendiri. Tiada aroma selain bau tubuhnya sendiri. Dilema dalam hatinya: apakah tetap di dalam atau di luar? Di dalam tempurung, ia dapat belajar nyaman dengan kesesakan. Di luar, tantangan bisa jadi lebih mematikan jika ada seekor atau lebih ular siap mematuk.
Menilik peribahasa tadi, tempurung menyiratkan dua sisi zaman berseberangan. Masa silam mewarnakan kelamnya di dalam tempurung, dan di luar tempurung menyiratkan esok. Para guru dalam pelatihan tersebut seolah menapakkan sebelah langkahnya ke 'luar tempurung'. Mereka bisa kembali atau maju seturut suara hatinya.

Ke Labuhanbatu, Melabuhkan Asa Bangsa
![]() |
backdrop seminar |
Bila
tak gegas mengetahui geliat perubahan di Labuhanbatu, daerah-daerah lain
mungkin terjingkat kaget jika tiga kabupaten yang lekat dengan perkebunan
kelapa sawit ini berpotensi menyandang gelar baru. Ketiganya (Labuhanbatu
Induk, Labuhanbatu Utara, dan Labuhanbatu Selatan) berpeluang menjadi teladan
pendidikan baru. Detak perubahan tersebut tampak dari antusiasme guru-guru
setempat melibatkan diri dalam gebrakan baru bagi pendidikan nasional. Dalam
satu seminar pendidikan nasional di Asrama Haji Rantauprapat (pada 13 Oktober
lalu), gebrakan tersebut diperkenalkan sebagai program TCDP (Teacher's
Competency Development Program).
Seminar
tersebut merupakan satu dari empat program utama yang terangkum dalam TCDP.
Dimana, inti dari TCDP ini merupakan upaya mengembangkan kompetensi guru-guru
di Indonesia. Mengingat pencetus dan pengembang TCDP merupakan Djalaluddin Pane
Foundation (DPF) berasal dari Sumatera Utara. Maka, sasaran perdana TCDP ialah
provinsi Sumatera Utara sendiri.
Dengan
tema "Indonesia Terdidik Berlandas TIK", seminar ini digelar sebagai
penggugah atas pola fikir lama para guru dalam menguasai TIK untuk pengajaran.
Beragam kilah telah tercetus untuk menghindari undangan pelatihan TIK. Sehingga
mencuatkan anekdot sederhana ini. Cecep: Cip, mengapa tidak turut serta dalam
program pelatihan TIK ini | Cicip: Ah, saya terlalu banyak kekurangan, bang |
Cecep: Aih, siapa bilang? Kamu hanya punya satu kekurangan | Cicip: Oh, apa
itu, bang? | Cecep: Tidak punya kelebihan.
Mengingat
pencetus dan pengembang TCDP merupakan Djalaluddin Pane Foundation (DPF)
berasal dari Sumatera Utara. Maka, sasaran perdana TCDP ialah provinsi Sumatera
Utara sendiri. Sedikit mengerling sejarahnya, DPF merupakan warisan nilai
kemanusiaan dari (alm.) Djalaluddin Pane -- mantan Bupati Labuhanbatu sebelum
dimekarkan menjadi tiga pemerintahan daerah. Program pengembangan kompetensi
bagi guru ini ialah gebrakan baru
daripada program bantuan langsung tunai bagi masyarakat. Tindak "memberi
ikan" tersebut membuai kemandirian para penerima donor langsung. Musti
"diberi (nilai) umpan" agar dapat membangun masyarakat dari
keterpurukan ekonomi. Harapan beliau inilah yang kemudian menghantar digelarnya
seminar di atas.
Guru:
Pengajar yang senang belajar
![]() |
mas Agus Sampurno | gurukreatif,wordpress.com |
Sebagai
penggugah, Sampurno menampilkan ilustrasi unik: menggambarkan seorang siswi
yang tertidur dengan kepala di atas meja belajar. Menurutnya, gambaran tersebut
merupakan hasil akhir yang kerap ditemukan dalam lingkungan belajar-mengajar
oleh para guru yang enggan belajar. Dalam konteks ini, ia menyayangkan beberapa
paradigma negatif yang menghantui fikiran para guru untuk mengadaptasikan TIK
dalam budaya belajar-mengajarnya. "Bila dibuat perbandingannya dengan budaya
belajar generasi muda terhadap TIK, adalah sebagai berikut: Guru takut salah,
senang menghitung untung ruginya menggunakan teknologi, Siswa tidak takut salah
dan mau mencoba, Siswa anggap teknologi adalah kesenangan." Keengganan
belajar ini, di sisi lain, turut mendorong budaya Internet tidak sehat bagi
pelajar.
Ke Labuhanbatu, Melabuhkan Asa Bangsa
Langganan:
Postingan (Atom)